Membangun Kehidupan Remaja Yang Sehat | | | |
Articles |
Written by Johan |
Sunday, 02 January 2011 00:00 |
Ditulis oleh: Bambang H. Widjaja
Pada tahun 1986 saya mengikuti sebuah acara yang berjudul Basic Youth
Conflicts Seminar, atau Seminar Dasar Konflik-konflik Kaum Muda, di Long
Beach, California. Seminar dengan pembicara tunggal, yaitu Bill Gothard
ini berlangsung selama enam hari, Senin sampai Sabtu, dari sore sampai
malam, kecuali pada hari Sabtu seminar berlangsung sepanjang hari.
Saat memasuki Long Beach Convention Center, tempat dimana acara itu
dilangsungkan, saya sungguh terkagum-kagum menyaksikan bahwa seminar ini
ternyata diikuti oleh sekitar dua puluh ribu orang. Kekaguman saya
adalah karena di satu sisi saya belum pernah mengikuti sebuah seminar
yang sepanjang enam hari dengan pembicara tunggal dan dengan jumlah
peserta yang sebanyak itu. Di sisi yang lain karena seminar ini
diselenggarakan tanpa iklan ataupun bentuk publikasi lainnya. Dengan
kata lain para peserta yang sebanyak itu datang semata-mata hanya karena
promosi mulut ke mulut dari para peserta seminar sebelumnya. Sungguh
luar biasa.
Yang membuat saya merasa lebih terheran-heran lagi adalah, ketika saya
berkenalan dengan para peserta yang duduk di kanan kiri saya, ternyata
sebagian dari mereka telah mengikuti seminar ini lebih dari dua kali.
Bahkan ada yang sudah mengikutinya tujuh kali, dengan materi seminar
yang sama. Hal ini menunjukkan betapa besar pengaruh dari seminar yang
membahas tentang nasihat-nasihat di dalam Alkitab untuk mengatasi
persoalan-persoalan mendasar dari kaum remaja ini.
Memang di kemudian hari saya mengetahui bahwa ada juga orang yang tidak
sepenuhnya menyetujui isi seminar yang dibawakan oleh Bill Gothard ini.
Namun sulit bagi siapapun juga untuk membantah premis dasar atau pokok
pikiran yang mendasari isi seminar yang ia bawakan, yaitu “masalah orang
dewasa adalah masalah di saat remaja yang belum diselesaikan.” Ini
merupakan suatu realita. Tidak sedikit masalah rumah tangga terjadi
karena si suami atau istri memiliki persoalan di masa remajanya yang
belum terbereskan. Sebagai contoh, persoalan citra diri di masa remaja
yang belum dituntaskan, sehingga mengakibatkan yang bersangkutan sulit
menerima dirinya sendiri, dapat berbuah dalam bentuk konflik rumah
tangga saat orang itu sudah menikah.
Dengan kata lain, membangun kehidupan remaja yang sehat sangatlah
penting. Dengan berhasil membangun masa remaja yang sehat berarti kita
sudah berhasil mencegah munculnya sebagian besar persoalan hidup di usia
dewasa. Tentang hal ini kita dapat melihat pola hidup Yesus Kristus di
saat Ia berusia remaja sebagai teladan dan acuan. Di dalam masa
remaja-Nya yaitu saat Ia mengikuti perayaan paskah di Yerusalem pada
usia 12 tahun yang ditulis secara ringkas di dalam Lukas 2:41-51, kita
melihat beberapa faktor yang mengakibatkan kehidupan-Nya di masa remaja
patut disebut sebagai kehidupan yang sehat.
Lukas 2:41-51
41 Tiap-tiap tahun orang tua Yesus pergi ke Yerusalem pada hari raya
Paskah. 42 Ketika Yesus telah berumur dua belas tahun pergilah mereka
ke Yerusalem seperti yang lazim pada hari raya itu. 43 Sehabis
hari-hari perayaan itu, ketika mereka berjalan pulang, tinggallah Yesus
di Yerusalem tanpa diketahui orang tua-Nya. 44 Karena mereka menyangka
bahwa Ia ada di antara orang-orang seperjalanan mereka, berjalanlah
mereka sehari perjalanan jauhnya, lalu mencari Dia di antara kaum
keluarga dan kenalan mereka. 45 Karena mereka tidak menemukan Dia,
kembalilah mereka ke Yerusalem sambil terus mencari Dia. 46 Sesudah
tiga hari mereka menemukan Dia dalam Bait Allah; Ia sedang duduk di
tengah-tengah alim ulama, sambil mendengarkan mereka dan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan kepada mereka. 47 Dan semua orang yang mendengar
Dia sangat heran akan kecerdasan-Nya dan segala jawab yang
diberikan-Nya. 48 Dan ketika orang tua-Nya melihat Dia, tercenganglah
mereka, lalu kata ibu-Nya kepada-Nya: "Nak, mengapakah Engkau berbuat
demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau."
49 Jawab-Nya kepada mereka: "Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu
tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?" 50 Tetapi mereka
tidak mengerti apa yang dikatakan-Nya kepada mereka. 51 Lalu Ia pulang
bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka.
Dan ibu-Nya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya.
I. Mengenal identitas diri yang benar
Sebagai pemeluk agama Yahudi yang taat, seperti yang dicatat di dalam
Lukas 2:41-42, setiap tahun Yusuf dan Maria melakukan perjalanan ke
Yerusalem untuk merayakan Paskah di sana sesuai dengan ketentuan hukum
Taurat. Dan sebagaimana lazimnya yang dilakukan orang Yahudi terhadap
anak remaja mereka yang berusia dua belas tahun, maka di saat Yesus
mencapai usia itu Yusuf dan Maria juga membawa diri-Nya pergi bersama
mereka ke Yerusalem.
Usia dua belas tahun ini memiliki tempat yang istimewa bagi anak-anak
Yahudi, sebab di dalam tradisi Yahudi apabila seorang anak telah berusia
lewat dari dua belas tahun yang bersangkutan dianggap telah memasuki
masa dewasa, dan karena itu harus bertanggungjawab sendiri terhadap
tindakannya. Sebagai tanda kedewasaan mereka akan mengikuti acara bar
mitzvah, suatu kata dalam bahasa Ibrani yang secara harafiah artinya
adalah “anak perjanjian.” Melalui upacara ini ditegaskan bahwa sejak
saat itu mereka harus mengamalkan perjanjian Tuhan, yaitu hukum Taurat
dengan penuh tanggungjawab sebagaimana layaknya seorang dewasa.
Sementara itu raja Herodes Arkhelaus yang karena kekejamannya, seperti
yang dicatat di dalam Matius 2:22-23, yang telah membuat Yusuf dari
pengungsiannya di Mesir urung kembali ke Betlehem tetapi justru pindah
ke Nazaret, tidak lagi memerintah atas wilayah Yudea. Pada tahun 6 M,
berdasarkan keluhan bangsa Yahudi kaisar Agustus memerintahkan agar
Herodes Arkhealus diasingkan ke Gaul, daerah Perancis di masa kini.
Sejak saat itu Yudea menjadi propinsi Romawi yang diperintah oleh
seorang prokurator atau walinegeri berbangsa Romawi. Itu sebabnya Yusuf
dan Maria tanpa takut membawa Yesus ke Yerusalem.
Selanjutnya dicatat di dalam Lukas 2:43-44 di dalam perjalanan pulang ke
Nazaret, Yesus tertinggal di Yerusalem. Memang sebagaimana lazimnya di
masa itu orang-orang dari Galilea, wilayah dimana kota Nazaret berada,
selalu pergi ke Yerusalem untuk merayakan Paskah secara berombongan. Hal
ini membuat Yusuf dan Maria beranggapan bahwa Yesus sebagai seorang
remaja, pasti sedang berjalan dengan sanak keluarga-Nya yang sebaya
dengan diri-Nya.
Ketika menyadari bahwa Yesus tidak bersama dengan mereka, Yusuf dan
Maria mencoba mencari Yesus di Yerusalem. Tiga hari kemudian, ketika
sampai di Bait Suci kembali, mereka menemukan Yesus sedang duduk di
tengah-tengah alim ulama, sambil mendengarkan mereka dan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan kepada mereka. Ketika Maria bertanya kepada-Nya
mengapa Ia tidak ikut pulang ke Nazaret bersama mereka, di dalam Lukas
2:49 dicatat Yesus justru menjawab demikian: "Mengapa kamu mencari Aku?
Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?"
Dengan menjawab seperti itu bukan berarti Yesus tidak menghargai
kecemasan dari Yusuf dan Maria yang kehilangan diri-Nya, tetapi hal itu
menunjukkan bahwa Ia mengetahui siapakah diri-Nya yang sebenarnya.
Memang secara legal Yusuf adalah ayah-Nya, namun Yesus mengetahui bahwa
sesungguh-Nya Ia adalah Sang Putra Allah. Oleh karena itu Ia menyebut
Bait Suci sebagai “rumah Bapa-Ku.” Singkat kata jawaban tersebut
menunjukkan bahwa Ia mengenal identitas diri-Nya yang sebenarnya. Ini
merupakan faktor pertama yang menentukan kehidupan remaja yang sehat.
II. Memiliki tujuan hidup yang benar
Lebih jauh, jawaban Yesus: “Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku” ini
di dalam bahasa Ibrani dapat juga berarti “Aku harus melakukan
pekerjaan Bapa-Ku,” atau dalam bahasa Inggris “I must be about My
Father's business.” Hal ini menunjukkan bahwa di usia remaja-Nya Yesus
sudah mengetahui apa yang harus menjadi prioritas di dalam hidup-Nya,
yaitu melakukan pekerjaan Allah atau hidup sesuai dengan rencana Allah
Bapa bagi diri-Nya.
Melakukan kehendak Tuhan ini semustinya menjadi tujuan hidup dari semua
orang, karena manusia diciptakan untuk melakukan kehendak Tuhan. Memang
apabila seseorang memiliki tujuan hidup yang jelas maka ia akan hidup
secara efisien, alias tidak menyia-nyiakan hidupnya untuk hal-hal yang
tidak sesuai dengan tujuan hidupnya. Namun tujuan hidup yang jelas saja
tidaklah cukup, orang juga perlu memiliki tujuan hidup yang benar.
Dengan memiliki tujuan hidup yang benar maka hidup yang bersangkutan
akan berlangsung secara efektif, artinya membawa dampak yang besar. Dan
tentu tidak ada tujuan hidup yang lebih benar dan mulia melebihi tujuan
hidup yang selaras dengan kehendak Tuhan.
Oleh karena itu, di samping seorang remaja perlu mengenal identitas
dirinya, ia juga perlu mengenal rencana Tuhan bagi dirinya dan hidup
selaras dengan rencana Tuhan tersebut. Atau memakai istilah yang
digunakan oleh Tuhan Yesus, hidup untuk melakukan pekerjaan Allah Bapa.
Itulah faktor kedua yang menentukan kehidupan yang sehat bagi remaja.
III. Mengenal firman Tuhan dengan benar
Mengenal identitas diri yang sebenarnya dan tujuan hidup yang benar ini
sangatlah berkaitan dengan pengenalan akan firman Tuhan. Sebab melalui
firman-Nya Tuhan menjelaskan kepada semua orang, termasuk remaja,
siapakah dirinya yang sebenarnya di mata Tuhan dan apakah kehendak atau
rencana-Nya bagi yang bersangkutan. Itulah faktor ketiga dari hidup
remaja yang sehat.
Bagi orang Yahudi pengenalan akan firman Tuhan dalam Kitab Suci ini
ditegaskan melalui pemberian kesempatan untuk membaca bagian tertentu
dari kitab Taurat di depan umum oleh anak laki-laki yang mengikuti
upacara bar mitzvah. Bukan itu saja, mereka juga diberi kesempatan untuk
menyampaikan secara singkat d'var Torah, yaitu uraian tentang isi
bagian tertentu dari kitab Taurat. Uraian ini dapat diikuti dengan
diskusi tentang apa yang telah disampaikannya.
Pengenalan Yesus yang sangat mendalam akan firman Tuhan ini dicatat di
dalam Lukas 2:46-47. Hal ini membuat d’var Torah yang Ia sampaikan
diikuti dengan diskusi yang mendalam tentang isi Taurat bersama
guru-guru agama yang ada di dalam Bait Suci. Bahkan dicatat bahwa “semua
orang yang mendengar Dia sangat heran akan kecerdasan-Nya dan segala
jawab yang diberikan-Nya.” Tentu adalah wajar apabila Yesus mengenal isi
Kitab Suci sebab Ia adalah Tuhan sendiri. Namun dalam keberadaan-Nya
sebagai manusia dan sebagaimana lazimnya anak-anak Yahudi, tentu Ia
mempelajari Kitab Suci. Pengenalan Kitab Suci yang disertai dengan
relasi-Nya yang akrab dengan Allah Bapa inilah yang membuat Ia mengenal
siapakah diri-Nya dan tujuan hidup-Nya yang sesungguhnya.
Kehidupan Yesus di masa remaja-Nya ini memberi dua pelajaran penting
bagi kita. Yang pertama, pentingnya untuk mengenal identitas diri dan
tujuan hidup yang selaras dengan firman Tuhan, serta mengenal isi Kitab
Suci untuk membangun kehidupan yang sehat. Hal ini bukan hanya perlu
ditanamkan dalam diri anak-anak sejak usia dini, tetapi juga bagi semua
orang termasuk mereka yang berusia dewasa. Yang kedua, pentingnya untuk
membaca Alkitab secara teratur, supaya dengan demikian kita dapat
mengenal kehendak Tuhan bagi diri kita. Dengan cara itu kita membangun
relasi kita dengan Tuhan sehingga hidup kita di sepanjang tahun yang
kita lalui benar-benar merupakan hidup yang penuh dengan makna.
Pertanyaan penerapan:
Memperhatikan uraian firman Tuhan yang telah Anda dengar tadi, ada dua pertanyaan yang perlu Anda renungkan.
1. Menurut pemahaman Anda, siapakah diri Anda yang sesungguhnya di hadapan Tuhan?
2. Menurut pemahaman Anda, apakah rencana Tuhan yang bersifat spesifik bagi diri Anda? |
Articles |
Written by Johan |
Saturday, 30 October 2010 00:00 |
Ditulis oleh: Bambang H. Widjaja
Memasuki tahun 1999 sebagian masyarakat dunia dicengkam oleh rasa takut
akan terjadinya kemacetan sistem komputer di seluruh dunia tepat saat
pergantian tahun memasuki tanggal 1 Januari 2000. Titik persoalannya
karena pada masa itu angka tahun di dalam sistem komputer biasa ditulis
dengan menyebut dua digit yang terakhirnya saja. Semisalkan bila angka
tahun ditulis sebagai tahun 89, di masa itu orang maupun sistem komputer
akan langsung mengerti bahwa yang dimaksudkan adalah tahun 1989.
Mendekati pergantian milenium tersebut orang baru menyadari bahwa sistem
komputer yang secara otomatis menulis tahun 2000 dengan angka 00
kemungkinan akan mengalami persoalan. Sebab tentu komputer tidak dapat
membedakan apakah itu tahun 1900 atau tahun 2000. Persoalan ini kemudian
diberinama 2YK Bug, atau Year 2000 Bug, artinya cacat komputer Tahun
2000.
Kepanikanpun mulai melanda sebagian orang, sebab mulai beredar desas
desus bahwa 2YK Bug tersebut akan membuat seluruh sistem komputer
perbankan di dunia akan lumpuh, sehingga orang tidak dapat melakukan
transaksi keuangan apapun juga. Di samping itu seluruh sistem listrik,
maupun jaringan transportasi seperti pesawat udara dan kereta api bawah
tanah yang semuanya diatur dengan sistem komputer akan mengalami
kemacetan. Sehingga sebagai akibat akan terjadi kekacauan dan kerusuhan
di seluruh dunia.
Kepanikan itu mendorong sebagian orang menjelang akhir tahun 1999 sibuk
menyiapkan cadangan makanan dan air minum cukup untuk dua bulan di rumah
mereka. Berbagai perusahaan sibuk mengganti sistem komputer mereka,
sehingga diperkirakan menjelang memasuki tahun 2000 dunia membelanjakan
dana sebesar 600 miliar Dollar Amerika untuk pergantian sistem komputer
demi menghadapi Y2K. Bahkan sebagian orang Kristen meramalkan bahwa
bencana komputer ini merupakan tanda dari akhir zaman dan di saat itu
Antikristus akan muncul untuk menguasai seluruh sistem komputer di
dunia.
Pergantian tahunpun terjadi, dan dunia memasuki tahun 2000. Ternyata apa
yang ditakutkan banyak orang tersebut sama sekali tidak terjadi. Aliran
tenaga listrik, sistem transportasi dan sistem perbankan tetap
berfungsi seperti biasanya, dan Antikristus tidak muncul untuk menguasai
sistem komputer seperti yang diperkirakan sebagian orang.
Peristiwa tersebut tentu memberi pelajaran kepada kita semua tentang
dampak dari kegelisahan yang membuat orang dapat bertindak secara tidak
rasional dan justru menimbulkan persoalan yang lebih besar. Sehingga
benarlah apa yang diucapkan oleh Presiden Amerika, Franklin Roosevelt
dalam pidato pelantikannya di tahun 1933. Saat itu ketika dunia sedang
melewati resesi ekonomi yang sangat berat ia berkata demikian:
“Pertama-tama, ijinkan saya untuk mengemukakan keyakinan saya yang kokoh
bahwa satu-satunya hal yang harus kita takuti adalah rasa takut itu
sendiri, the only thing we have to fear is fear itself, yaitu ketakutan
yang tanpa nama, di luar nalar dan tak berdasar yang akan melumpuhkan
usaha yang diperlukan untuk mengubah kemunduran menjadi kemajuan.”
Itu pula sebabnya menjelang beberapa jam lagi Yesus akan ditangkap dan
mengalami penganiayaan, sementara berada di ruang tempat dimana Ia
menyelenggarakan perjamuan malam yang terakhir, Tuhan Yesus menenangkan
hati para murid-Nya dari kecemasan mereka. Tentang hal itu seperti yang
dicatat di dalam Yohanes 14:1-7 Ia mengemukakan agar para murid-Nya
percaya akan tiga hal, yaitu kepada firman-Nya, jaminan keselamatan yang
Ia berikan dan bahwa Ia pasti akan kembali lagi ke dunia.
Yohanes 14:1-7
1 "Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga
kepada-Ku. 2 Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak
demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ
untuk menyediakan tempat bagimu. 3 Dan apabila Aku telah pergi ke situ
dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa
kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun
berada. 4 Dan ke mana Aku pergi, kamu tahu jalan ke situ." 5 Kata
Tomas kepada-Nya: "Tuhan, kami tidak tahu ke mana Engkau pergi; jadi
bagaimana kami tahu jalan ke situ?" 6 Kata Yesus kepadanya: "Akulah
jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada
Bapa, kalau tidak melalui Aku. 7 Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti
kamu juga mengenal Bapa-Ku. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu
telah melihat Dia."
I. Percaya kepada firman Tuhan
Seusai Yesus mengungkapkan tentang penyangkalan yang akan dilakukan
Petrus terhadap diri-Nya, Iapun menyampaikan tiga hal. Yang pertama
yaitu bahwa selama ini telah terbukti Ia menjamin para murid-Nya
sehingga di dalam pelayanan walaupun mereka tidak membawa bekal apapun
juga mereka tak berkekurangan. Yang kedua bahwa sejak saat itu mereka
harus mempersiapkan diri untuk menghadapi masa yang sukar, itu sebabnya
mereka harus menyiapkan pundi-pundi uang, dan bekal. Yang ketiga, mereka
harus menyiapkan pedang.
Tentang hal tersebut di dalam Lukas 22:35-38 dicatat sebagai berikut: 35
Lalu Ia berkata kepada mereka: "Ketika Aku mengutus kamu dengan tiada
membawa pundi-pundi, bekal dan kasut, adakah kamu kekurangan apa-apa?"
36 Jawab mereka: "Suatupun tidak." Kata-Nya kepada mereka: "Tetapi
sekarang ini, siapa yang mempunyai pundi-pundi, hendaklah ia membawanya,
demikian juga yang mempunyai bekal; dan siapa yang tidak mempunyainya
hendaklah ia menjual jubahnya dan membeli pedang. 37 Sebab Aku berkata
kepada kamu, bahwa nas Kitab Suci ini harus digenapi pada-Ku: Ia akan
terhitung di antara pemberontak-pemberontak. Sebab apa yang tertulis
tentang Aku sedang digenapi." 38 Kata mereka: "Tuhan, ini dua pedang."
Jawab-Nya: "Sudah cukup."
Tentang menyediakan pedang ini perlu dicatat bahwa Yesus menyuruh para
murid-Nya menyiapkannya bukan dengan tujuan untuk melawan orang-orang
yang akan menangkap Yesus. Sebab itu seperti yang dicatat di dalam
keempat kitab Injil antara lain Matius 26:51-54 ketika Petrus mencoba
membela Yesus dengan pedang itu saat Ia akan ditangkap, Yesus menyuruh
Petrus untuk menyarungkan pedangnya. Tetapi seperti yang Yesus katakan
sendiri di dalam Lukas 22:37, hal tersebut adalah agar apa yang
dinubuatkan tentang diri-Nya di dalam Yesaya 53:12 tergenapi, yaitu
bahwa Ia akan terhitung di antara para pemberontak. Karena itu Ia
mengatakan dua belah pedang pun cukup.
Tentu suasana di saat itu mulai mencengkam, para murid mulai menyadari
bahwa mereka sedang menghadapi masa yang genting. Itu sebabnya di dalam
Yohanes 14:1 Yesus berkata demikian kepada mereka: "Janganlah gelisah
hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku.”
Hal ini berarti di dalam menghadapi masa yang sukar para pengikut Yesus
harus lebih mempercayai Tuhan dibandingkan rasa takut yang mencengkam
hati mereka. Mempercayai Tuhan selalu berawal dari mempercayai apa yang
Ia firmankan. Dengan mempercayai firman-Nya kita juga mempercayai Dia
yang menyampaikan firman tersebut. Itu sebabnya seperti yang dicatat di
dalam Lukas 22:35-36, Ia menegaskan bahwa ketika para murid-Nya menaati
firman-Nya yaitu agar mereka pergi melakukan pelayanan tanpa bekal
terbuti Ia tidak mengingkari janji-Nya untuk memelihara mereka, sehingga
para murid-Nya itu tidak kekurangan apa-apa. Dengan kata lain, hal
pertama yang harus dipegang oleh para pengikut Yesus di dalam menghadapi
masa sukar adalah firman Tuhan.
II. Percaya akan jaminan keselamatan
Yang kedua, mereka perlu mempercayai jaminan keselamatan yang Tuhan
berikan bagi para pengikut-Nya. Keselamatan dari hukuman dosa dan
menikmati kehidupan berbahagia bersama dengan Tuhan di dalam rumah Allah
Bapa atau yang biasa disebut sebagai sorga. Karena itu di dalam Yohanes
14:2-7 dicatat Ia berkata demikian: “Di rumah Bapa-Ku banyak tempat
tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab
Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah
pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang
kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku
berada, kamupun berada. ." Kata Tomas kepada-Nya: "Tuhan, kami tidak
tahu ke mana Engkau pergi; jadi bagaimana kami tahu jalan ke situ?" Kata
Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada
seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. Sekiranya
kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku. Sekarang ini kamu
mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia."
Dengan berkata demikian Yesus menegaskan bahwa kepergian yang akan Ia
alami melalui kematian-Nya bukanlah tanpa tujuan, tetapi yaitu untuk
membuka jalan keselamatan bagi manusia. Membuka jalan yang Ia istilahkan
sebagai menyediakan tempat di rumah Bapa bagi orang-orang yang percaya
kepada-Nya. Dengan tegas Yesus berkata bahwa Dialah jalan, kebenaran dan
hidup. Yesuslah jalan keselamatan, diri-Nya sendiri merupakan
manifestasi dari kebenaran yang sejati, dan melalui-Nya orang akan
mengalami kehidupan yang penuh dengan makna.
Kepastian dari keselamatan itu Ia ungkapkan dalam dua hal. Yang pertama
dengan berkata di dalam Yohanes 12:2 sebagai berikut: “Di rumah Bapa-Ku
banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya
kepadamu.” Dan yang kedua dengan berkata di dalam Yohanes 12:6
sedemikian: "Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak
melalui Aku.”
Artinya di saat menghadapi masa yang serasa serba tidak menentu sehingga
perasaan gelisah menguasai diri, para murid Yesus harus melihat jaminan
yang pasti yang Yesus berikan untuk masa depan mereka. Jaminan yang
kokoh dan sepasti jaminan keselamatan dan kehidupan bahagia di rumah
Allah Bapa seperti yang Ia janjikan kepada semua pengikut-Nya.
III. Percaya bahwa Yesus akan datang kembali
Yang ketiga, para pengikut-Nya perlu menyadari bahwa perpisahan dengan
Yesus bukanlah perpisahan untuk selama-lamanya, sebab Ia pasti akan
datang kembali ke dunia. Di dalam Yohanes 14:3 Ia berkata: “Aku akan
datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana
Aku berada, kamupun berada.”
Ia akan datang kembali dan akan membawa setiap orang yang percaya
kepada-Nya untuk mengalami seluruh janji yang telah Ia berikan kepada
mereka. Dengan demikian di saat para pengikut-Nya menghadapi
penganiayaan, tantangan dan pergumulan hidup mereka tetap dapat
memandang ke depan. Mereka mengetahui bahwa hidup mereka tidak hanya
akan berakhir di dunia ini saja. Tetapi ada pengharapan yang mulia yang
Tuhan Yesus sediakan bagi mereka di hari esok.
Singkat kata, di dalam masa yang sesukar apapun juga, selama para
pengikut Yesus memegang erat janji firman Tuhan mereka akan mampu
melewati masa itu dengan penuh kemenangan. Iman mereka tidak akan gugur,
sebaliknya Tuhan akan memberi kekuatan dan penghiburan yang
menyanggupkan mereka melewati masa-masa yang sulit itu dengan penuh
pengharapan. Yaitu dengan keyakinan bahwa Tuhan yang berfirman adalah
pribadi yang setia dan sanggup melaksanakan seluruh janji-Nya. |
Kesetiaan yang mendatangkan kepercayaan yang lebih besar |
|
Ditulis oleh: Bambang H. Widjaja
Banyak di antara kita yang tentu pernah melihat atau bahkan menikmati
produk makanan bermerk Quaker Oats dengan logonya yang berupa gambar
seorang laki-laki yang berambut putih dengan wajah yang tersenyum,
mengenakan topi hitam dan memakai pakaian abad pertengahan. Makanan
tersebut diproduksi oleh Quaker Oats Company yang didirikan oleh
seorang yang bernama Henry Crowell pada tahun 1901 dan yang saat ini
merupakan salah satu produsen makanan yang terbesar di dunia.
Di saat Henry Crowell masih berusia 9 tahun ayahnya meninggal karena
penyakit tuberkulosis. Pada waktu ia berusia 17 tahun ia sendiri
terjangkiti penyakit yang sama. Suatu hari di dalam keadaan tubuh yang
sangat lemah oleh tuberkulosis ia mendengar khotbah dari Dwight L.
Moody, seorang hamba Tuhan dan penginjil yang sangat terkenal dari
Chicago. Di dalam khotbahnya tersebut D.L Moody berkata: “Dunia akan
melihat apa yang Tuhan dapat lakukan bersama dan untuk dan melalui
seorang pribadi yang sepenuh dan segenap hati menyerahkan diri
kepada-Nya.” Sebagai tanggapan Crowell berdoa: “Tuhan, oleh anugerah-Mu
dan dengan pertolongan Roh Kudus, aku akan menjadi orang itu. Aku tidak
dapat menjadi seorang pengkhotbah seperti D. L. Moody, namun dapat
menjadi seorang pengusaha yang baik. Tuhan, bila Engkau mengijinkan aku
menghasilkan uang, aku akan menggunakannya untuk pelayanan-Mu.”
Selang sekian waktu kemudian Henry Crowell sembuh dari sakitnya dan ia
bertumbuh menjadi seorang pengusaha yang berhasil, dan yang antara lain
mendirikan Quaker Oats Company di atas. Sesuai dengan janjinya, dari
sejak awal ia bekerja Henry Crowell memberikan 10 persen dari
penghasilannya untuk pekerjaan Tuhan. Dalam perjalanan waktu seiring
dengan semakin bertambahnya berkat finansial yang Tuhan berikan
kepadanya iapun semakin memperbesar persembahan keuangannya tersebut.
Alhasil Tuhan juga semakin memberkati dirinya dan usahanya semakin
bertambah berkembang.
|
Read more... |
|